TANPA Anwar Ujang, Yuswardi dan obon, asuhan Djamiat tidak bergaya pola semestinya. Ditodong pertanyaan reporter Herry Komar dan TEMPO, apakah ia “puas atau tidak” akan prestasi Kesebelasan PSSI pada turnamen Ulang Tahun ke-S0 MAESA, Djamiat memilih tutup mulut plus secuil senyum.
Tapi belasan ribu publik Menteng tidak peduli. Seolah telah teken kontrak: PSSI harus menang — sejak prestasinya yang gemilang lawan Kesebelasan Piala Dunia Uruguay (TEMP), 4 Mei 1974) — mereka menjadi tidak seramah senyum Djamiat dalam mengkomentari kemenangan dan kekalahan PSSI: 2-0 dari Persebaya dan 0-1 dari Persija. Lebih-lebih publik Menteng memalingkan nasib PSSI pada pertandingan tanggal 21 Mei lawan Kesebelasan PD Australia. Maka ketika Djamiat dipojokkan oleh seorang wartawan lainnya, “apa pasangan tadi masih bersifat cobacoba dan bagaimana kalau berhadapan dengan Kesebelasan Australia nanti”, Djamiat selincah Kadir menemukan peluang untuk meloloskan diri. “Tidak saya tidak coba-coba. Saya cuma punya pemain itu”, ujarnya tak acuh pada penyambung lidah publik Menteng yang terkenal “kejam”. “Target saya Anniversary Cup bukan lawan Australia. Lesu Darah Siapapun lawan PSSI berikutnya pertunjukan PSSI pada turnamen tanggal 10-12 Mei itu tidak memberikan jaminan menentu. Berhadapan dengan Persebaya yang muda-muda, PSSI yang lebih berpengalaman nampak dihinggapi “lesu darah”. Tempo permainan mengendor, kurang patut disuguhkan sebagai hiburan apalagi berbicara mengenai prestasi.
Ketika lawan Persija, gelandang Sutan Harhara yang beroperasi di kawasan Nobon makin jelas salah posisi. Kedua poroshalang Widodo dan Oyong Liza tidak didukung oleh kedua back Rusdi Bahalwan dan Nyoman Witarsa. Sementara di barisan depan switch-switch Kadir dan Waskito macet. Ronny Patti dan Junaedi Abdillah sebagai penghubung dan pengumpan kadang-kadang terganggu oleh keh adiran Sutan di tengah lapangan. Tapi yang paling mengkuatirkan tentu saja kematangan team yang dipersiapkan untuk turnamen Piala HUT Jakarta ini. Bermain di lapangan Persija yang lebih sempit dari Stadion Utama, pandangan merekapun turut sempit pula. Mereka tidak mempermainkan bola di lapangan tengah untuk menciptakan daerah bebas di sekitar kawasan penalti. Mereka justru memancing skrimase di muka gawang yang telah padat oleh pagar betis, meskipun utuhnya gawang Persija adalah berkat ketrampilan Ronny Pasla dalam melaksanakan tugasnya. Tanpa ketiga pemain PSSI itu agaknya Djamiat masih harus repot dengan cadangan di sana-sini. Ronny Patti bermain cantik untuk dirinya, tapi tidak efektif bagi kawan. Ia terlampau banyak mengolah bola yang seharusnya sudah dilepas secara sederhana. Ia terlampau sibuk dengan improvisasi, padahal situasi tidak menuntutnya. Kadir kembali luput membuat tendangan penalti. Di barisan belakang kelemahan nampak pada Nyoman. Bermain bola tidak cukup dengan modal galak. Mengapa Djamiat misalnya tidak berani memakai Iim Ibrahim dari Persija untuk posisi ini? Banyak masih pertanyaan yang perlu dijawab Djamiat di lapangan hijau pada pertandingan dengan Australia — lepas dari kalah atau menang.
Sementara itu Persija yang tengah mempersiapkan diri untuk turnamen Piala Suratin dan Piala Suharto tidak kurang pula menampilkan dua pemain muka harapan. Pedro di kiri luar dan Jeffry di tengah. Terutama Jeffry memiliki terobosan mengejutkan dan langsung membahayakan gawang lawan. Ia memiliki tipe algojo dan pengolahan bolanya pada usia juniornya sekarang, nampak lebih matan dari ayahnya Wimpie di tahun 50-an. Kedua penyerang Persija ini menuntut perhatian lebih serius dari Persija maupun PSSI.
Tempo 18 Mei 1974
You are Here: Home > Percobaan Di Menteng
0 comments:
Post a Comment