Photobucket
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

10 January 2002

Artikel Tempo 23 November 1974 : UJUNG PANDANG GONDOL PIALA SURATIN 74


TURNAMEN Empat Besar memperebutkan Piala Suharto tampaknya lebih menarik dari pertandingan internasional manapun.

Nafsu keempat kesebelasan untuk merebut piala juga selalu merangsang pejabat daerah yang bersangkutan untuk lebih giat memompa semangat anak-anak mereka. “Anak-anak Jakarta harus lebih fanatik”, kata Ali Sadikin beberapa hari menjelang turnamen. Sementara ketiga kesebelasan lain melalui masing-masing tokoh mereka juga sesumbar menambah ramai perhitungan di atas kertas sebelum bola digulirkan. “Kami datang dengan pemain muda untuk mencari pengalaman”, ujar Daeng Patompo rendah hati.

Paling menarik tentulah tekad ketiga kesebelasan daerah yang sama berprinsip: biar tak bawa piala asal jangan kalah dari Persija. Regu ibukota punya persiapan paling matang dibanding ketiga saingannya. Iswadi spesial didatangkan dari Australia. Namun kehadirannya memperkuat Persija disangsikan status keamatirannya oleh para team manager dalam technical meeting. “Cuma Ketua Umum yang tahu bagaimana statusnya”, begitu jawaban yang diterima Zulkarnaen, coach PSMS dalam pertemuan teknis. Bunyi peluit pertama mempertemukan PSMS lawan Persija. Hasilnya: Rp 14.095.750. Dua tahun yang lalu dalam acara yang sama, Persija unggul 1–0 dari lawannya ini. Musuh bebuyutan. Kebesaran Terompah “Kami akan main keras, sebab ini ciri khas Medan”, ujar coach Zulkarnaen. “Kami akan layani mau main cara apa saja”, jawab Aliandoe. Namun disaksikan 80.000 penonton, Persija yang konon nyali bermain kerasnya disangsikan orang (paling tidak oleh lawan mereka), sore itu menghidangkan siasat semacam “Ali kontra Foreman”.

Satu siasat yang di luar perhitungan lawannya. Dimotori Iswadi rmereka tampil dengan permainan tabah. Suaeb Rizal dan Salmon Nasution dipercaya untuk melayani kekerasan lawan. Trio lswadi Andi Lala – Sumirta melibatkan Yuswardi dan Anwar Ujang dalam mara bahaya berkepanjangan, begitu Sudarso meniup peluitnya. Lini penghubung yang diperkuat oleh Junaedi Abdillah bekas pemain Persebaya juga tambah efektif membantu penyerangan. Namun sekalipun di bawah form terbaiknya Imrisan depan Persija tanpa Risdianto cukup membuat repot Pariman. Veteran-veteran PSMS Sarman, Tumsila dan Wibisono juga tak kalah gertak. Mereka menekan Ronny Pasla yang sore itu patut dicatat ketrampilannya. Cuma pemain nasional Nobon tidak tampak permainannya, kecuali hasrat besarnya untuk menghadang lawan dengan cara kasar. Jakarta akhirnya menang 2-0.

Di hari kedua dan untuk seterusnya, minat penggemar sepakbola ternyata digiring ke arah lain. Bukan Jakarta dan Medan lagi yang disorot, sebuah team lain tampak menonjol: PSM Ujung Pandang, si Kuda Hitam. “Modal kami hanya semangat tinggi dengan tujuh pemain dari team Suratin”, ujar Ilyas Haddade coach PSM Ujung Pandang, “bisa menang sekali saja kami sudah bangga”. Namun bukan sekali. Persebaya dan Persija ditundukkan masing-masing 2-1 .

Kemenangan atas Persebaya sekaligus menurunkan gambaran keampuhan regu Jawa Timur yang mulanya ditonjolkan akan merebut piala kali ini. Inilah mula surprise turnamen. Dipimpin oleh kapten Ronny Pattinasarani yang tenang dan taktis PSM betul-betul boleh membanggakan hasil peremajaan mereka. Barisan belakang yang dijaga kwartet Nur Amir, Mallawing dan dua old track Hafid dan Akhmad Jauhari. Ini tembok beton bagi penyerang Persebaya dan Persija. Sebaliknya penyerang kawakan seperti Jacob, Waskito dan Kadir bagaikan kebesaran terompah kandas di muka kiper Saleh Bahang. “Kecil-kecil kelihatannya, tapi eh bola saya hilang terus”, ujar Jacob berkelakar mengomentari pemin-pemain muda PSM keesokan harinya.

Tampaknya kepindahan Junaedi cukup berarti buat kesebelasan yang punya prinsip “terlalu riskan menggabungkan pemain muda dengan senioren”, seperti kata Joko Sutopo sebelumnya. Makan Kaki Lawan Ketika Persija pun dikalahkan mereka, lengkaplah sudah harapan orang akan melihat wajah satu kebelasan baru menggantikan mereka yang selama ini merajai setiap turnamen PSSI. Hanya dengan modal fanatik mereka tampak siap mempertaruhkan segalanya demi pertarungan sore itu. Dimotori kembali oleh Ronny, PSM benar-benar telah menyulitkan anak-anak Aliandoe. Ketiga pemain depan Sumirta – Andi Lala. Iswadi tak banyak bisa bergerak. Kembali terasa ketakhadiran Risdianto, sekalipun Iswadi tidak jarang kembali di posnya yang asli. “Cuma Ris yang bisa turun naik, jadi tinggal Andi Lala yang harus kita jaga”, begitu petunjuk Ronny pada rekan-rekannya.

Kepada Iswadi yang dianggap bisa membuka daerah buat Lala, disodorkan Akhmad Jauhari yang telah melakukan tugasnya dengan baik. “Semua bola dari Junaedi, jadi dia juga harus diperhatikan”. Permainan meningkat keras ketika jarum jam menunjuk saat-saat pertandingan makin larut. Bahkan Ronny yang dikenal paling tidak suka main keras tampak ikut ambil-bagian dalam lakon “makan kaki lawan”. Bahkan ia mendapat kartu kuning. “Memang saya terpaksa untuk kasih semangat pada kawan-kawan”, komentarnya sesudah pertandingan. Taktik yang keliru ini memang membuahkan hasil bagi Persija ketika PSM mendapat hukuman penalti. Gol balasan untuk Persija 2-1. Sesudah dibungai dengan kericuhan dan Abdi Tunggal dikeluarkan wasit, barisan penyerang berseragam merah-merah ini hampir sepenuhnya terpancing untuk bermain keras. Begitulah sampai bubaran.

Malam harinya suasana Wisma Hasta diliputi kegembiraan. “Mereka rasakan taktik yang pernah mereka lakukan pada kami dalam kejuaraan PSSI yang lalu”, komentar Kadir atas siasat membuang-buang bola di saat sudah menang yang dilakukan PSM pada lawannya. Jamiat dan Witarsa tampak berseloroh dengan mereka. Yang jelas spekulasi jadi kacau. Harapan PSM makin besar, tetapi Persijapun masih punya kans asal Medan mampu memukul PSM keesokan harinya. Sepucuk surat “selamat bertanding” dari Ronny Pasla eks PSMS kepada Sarman dkk disobek-sobek. Dan nyatanya PSMS memang cuma mampu menahan PSM dengan draw. Sekalipun disangsikan orang keseriusan mereka. PSM toh sudah menjadi juara.


Sumber : Tempo 23 November 1974

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 comments:

Post a Comment

TOP.ORG Topsites The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku

FACEBOOK

Find us..

PhotobucketPhotobucketPhotobucket

BANNER

Photobucket Photobucket Photobucket

ADS

 

SETAN OREN Copyright © 2010 SetanOren.blogspot.com is Designed by SetanOren