Photobucket
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

26 January 2002

Yang Menang, Yang Kalah: Wasit (Final Piala Suharto 76)


Pertandingan final piala Suharto antara team persija dan persipura tertib. Banyak ketimpangan dilakukan pimpinan pertandingan: wasit dan hakim garis. Hutasoit cemas atas rendahnya mutu wasit.

KETIKA team Persija dan Persipura tengah melakukan latihan pemanasan di ruang bawah Stadion Utara Senayan menjelang pertandingan final turnamen Piala Soeharto, Senin 19 April malam lalu, tiba-tiba Ketua Umum PSSI, Bardosono muncul di antara mereka. Kepada kedua kesebelasan ia merasa perlu untuk menitip pesan agar masing-masing fihak mencegah terjadinya permainan kasar dalarn pertandingan nanti. “Jaga nama baik Pak Harto”, tutur Bardosono di akhir wejangan seperti yang diceritakan kembali oleh poros halang Persija, Oyong Liza kepada TEMPO .

Di atas lapangan, kesebelasan Persija memang telah berbuat segalanya untuk menyelamatkan amanat. Termasuk menghindarkan permainan keras yang hisa menjurus untuk memancing lawan membalas dengan kasar dan kotor. Bermain dengan beban mental yang demikian, apa yang tersisa bagi Persija tak lain keunggulan teknis semata. Dan andalan itu tak banyak menolong Persija dalam menghadapi tipe permainan Peripura. Kecolongan 3 gol terlebih dahulu Iswadi dan kawan-kawan hanya sempat membalas 2 angka menjelang jedah. Adakah ketinggalan Persija itu disebabkan oleh beban psikologis tertentu selama ini mereka memang jarang bisa mengungguli Persipura dalam mengendalikan permainan lawan yang sama? “Sama sekali tidak”, bantah Oyong Liza seusai pertandingan. Berbau Offside Oyong mungkin benar. Tapi ucapannya itu belum dengan sendirinya menjawab kelemahan Persija. Akhirnya jawaban kunci keluar dari mulut pelatih Persija, Sinyo Aliandu: “Beberapa pemain Persija berada dalam kondisi yang kurang fit”.

Adakah lahirnya gol ketiga dari kaki kanan luar Persipura, Pieter Atiamuna–terjadi di saat Oyong tergeletak di lapangan tanpa diperdulikan oleh wasit – lantaran tidak beradanya Oyong dalam kondisi terbaiknya? “Kon disi saya memang agak kurang baik waktu itu. Tergeletaknya saya bukan lantaran itu. Tapi, karena lutut saya ditendang oleh pemain Persipura”, dalih Oyong. Meski gol yang terjadi di saat lawan tak berdaya itu bisa mengundang protes terhadap wasit, namun hal itu tak sampai keluar dari pemain Persija.

Bahkan terjadi gol penentuan untuk kemenangan Persipura–setelah kedudukan 3-3 yang berbau off-side–penjaga garis Sunaryo Toto sudah mengangkat bendera untuk memperingatkan wasit – pun tidak menimbulkan sikap penolakan dari mereka. Yang mencak-mencak adalah Team Manajer Persija, Pranowo. “Harap dicatat bahwa gol keempat Persipura itu off side”, katanya kepada Ketua Komisi Pertandingan PSSI, Subronto. Dan, “Persija tidak memprotes hal itu karena berprinsip lebih penting mensukseskan turnamen daripada sukses Persija sendiri” Melihat ketimpangan-ketimpangan itu mau tidak mau orang berpaling pada pimpinan pertandingan: wasit dan hakim garis. Sebab kesalahan serupa bukan hanya terjadi di final, juga dalam babak sebelumnya. Dan kenyataan ini mengundang tokoh sepakbola Jayakarta, drs. F.EI. Hutasoit untuk ikut bicara:”Dengan menurunkan wasit-wasit yang belum pada tempatnya memimpin pertandingan besar seperti perebutan Piala Soeharto, PSSI akan membahayakan dunia persepakbolaan di Indonesia”.

Bahaya yang dicanangkan Hutasoit itu adalah kemungkinan timbulnya sikap apatis dari pemain, pengurus bond dan klub selama cara seperti- sekarang tetap dipertahankan oleh pengurus PSSI. “Kalau sampai demikian keadaannya akan lebih parah bagi perkembangan sepakbola di tanah air”, tambahnya kepada 3 wartawan olahraga yang menemuinya di ruang kerjanya di Balai Kota DKI Jakarta. “Coba saudara bayangkan bagaimana jika sampai permain seperti Nobon, Waskito, Ronny Patti atau Iswadi sampai menggantungkan sepatu lantaran kejadian seperti ini. Siapa yang rugi? Kan kita semua”. Kecemasan Hutasoit itu bukannya tak berdasar.

Kapten kesebelasan PSMS, Yuswardi pun merasakan itu. “Jika pertandingan nasional tetap dipimpin oleh wasit-wasit sekarang, saya mungkin akan berfikir dulu untuk ikut main”katanya kepada TEMPO dalam acara perpisahan di Taman Ria Remaja, pekan lampau. Seperti juga dengan Hutasoit, pemain asal Medan ini juga tak sepenuhnya mengecam wasit itu sendiri. “Mereka telah bekerja sesuai dengan kemampuan mereka. Yang salah adalah yang memilih mereka”, lanjut Yuswardi. Adakah kenyataan ini merupakan gambaran dari kemunduran dunia perwasitan PSSI? Tampaknya begitu. “Secara umum dunia perwasitan kita memang mengalami penurunan sejak 8-tahun belakangan ini”, jawab tokoh wasit PSSI yang enggan disebut nama. Kalau sudah begitu, apa boleh buat. Dan bukan tak mungkin kekuatiran Hutasoit akan tersandungnya turnamen nasional di batu yang sama akan terulang lagi.

Sumber: Kliping Sepabola Indonesia

Related Articles :


Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

0 comments:

Post a Comment

TOP.ORG Topsites The Republic of Indonesian Blogger | Garuda di Dadaku

FACEBOOK

Find us..

PhotobucketPhotobucketPhotobucket

BANNER

Photobucket Photobucket Photobucket

ADS

 

SETAN OREN Copyright © 2010 SetanOren.blogspot.com is Designed by SetanOren