SEPEKAN lepas meraih predikat juara bersama PSSI kekecewaan publik sepakbola ternyata tak terobati oleh Persija ketika kebolehan mereka diuji degan kesebelasan nasional Selandia Baru Sabtu lalu.
Meski sebelum jedah, kwartet Sutan Harhara, Suaeb Rizal, Oyong Liza dan Jim Ibrahim masih mampu memberikan harapan untuk bemain sama kuat kalau tidak akan menang namun kenyataan itu menjadi punah sewaktu Ronny Pasla terpaksa memungut hasil tendangan, kanan luar Kevin Weymouth dari gawangnya pada menit ke-58. Mengingat mutu permainan team Selandia Baru ini (calon team World Cup ’78) tidak begitu mengesankan, publik dengan cepat digoda dengan tanda tanya: Menurunkan permainan Persija?
Penilaian itu mungkin agak berlebihan. Tapi, apa mau dikata, kemampuan Persija petang itu memang sebgitulah adanya. Tak lagi kelihatan terobosan-terobosan individual Iswadi, Risdianto atau Andi Lala yang sempat memperdayakan lawan sebagaimana biasa, Kendati Junaedi Abdillah sudah mencoba membangun serangan dan melontarkan umpan-umpan yang cantik ke daerah pertahanan musuh. Bahkan tak jarang pula Persija mengurung rapat arena permainan sampai separoh lapangan. Namun gebrakan tetap saja kandas di kaki back Sibley, Park, atau Houghton maupun di tangan kiper, Privan Seram.
Bermain dalam tempo yang tinggi, Persija tampak terdorong oleh “nafsu” ketimbang memakai tak-tik membuka pertahanan lawan yang rapat. Sehingga hampir tiap serangan yang mereka coba selesaikan selalu sia-sia. Sebaliknya bagi Selandia Baru. Dalam kurungan yang begitu rapat itu mereka mengandalkan Weymouth untuk berjaga-jaga sebagai ujung tombak. Sementara yang lainnya ikut membantu menutup arena pertahanan. Sekalipun kerja sama model voorset itu tidak selamanya efektif dan nenuntut ketrampilan individu yang tinggi, tapi taktik itu ternyata membuahkan kemenangan bagi Selandia laru. Tepat pada saat Sutan Harhara tengah melambung maju, gelandang kiri Warren Fleet mengirimkan operan panjang Weymouth yang bergeser ke rusuk kiri. Terobosan Weymouth itu tak sempat lagi dipotong oleh Suaeb Rizal. Berhadapan satu lawan satu dengan kiper, penyerang Selandia Baru ini dengan gampang memperdayakan Ronny Pasla. Terkesima oleh kebobolan itu, Persija mencoba mempergencar serangan balasan. Nanun usaha itu tetap tak memberikan hasil. Akan Persebaya lain pula ceritanya.
Mereka lebih mengumbar nafsu lagi dibanding Persija. Sehingga kerja Sama maupun permainan individu mereka jadi tak menemui bentuk sama sekali, apa lagi setelah kiri dalam, Hartono dikeluarkan wasit gara-gara sikap reaktifnya terhadap perilaku penyerang E. Thomas yang lancang tangan terhadap benturan pisik atas dirinya. Terpengaruh oleh pengeluaran Hartono itu, permainan Persebaya makin tak menentu. Sebab Jacob Sihasale, Kadir atau Waskito terpaksa turun jalan ke bawah untuk membangun sebuah serangan. Hingga sukar untuk membuat gebrakan mendadak. Tapi nasib mereka lebih masih baik dari PSSI Utama ketika melawat ke Selandia Baru beberapa waktu lampau yang kebagian 8 goal tanpa balas.
Sedangkan Persebaya dapat seperempatnya: 2-0. Dari pertandingan Persija dan Persebaya lawan Selandia Baru itu, jelaslah bahwa pemain-pemain nasional kita belum sepenuhnya dapat mengendalikan nafsu mereka. Padahal penguasan emosi itu merupakan faktor yang cukup menentukan pula dalam suatu pertandingan. Meski tidak menjadi jaminan untuk menang, tentunya.
Sumber: Kliping Berita Sepakbola
You are Here: Home > Artikel Tempo Tempo 22 November 1975: Persija, Persebaya, Ya Sama
0 comments:
Post a Comment