ACHIRNJA selesai sudah kompetisi Persidja pada hari Minggu ini. Lebih dari dua tahun jang lalu, ketika Pengurus Persidja memutuskan merubah sistim Kelas dengan sistim Divisi, orang belum dapat meramalkan apa jang akan terdjadi dengan 16 kesebelasan Divisi I jang berpatju mengumpulkan angka kemenangan.
Sementara masih ada orang meragukan stabilitas Kesebelasan-Kesebelasan Mahasiswa, Alri, Horas dan Sinar Remadja jang mendapat rahmat dari perubahan sistim Kompetisi tersebut. Bahkan beberapa tukang bertaruh tidak mau ketinggalan dengan perubahan Kompetisi itu.
Mereka mentjoba mengadakan improvisasi dengan tjara tarohan gaja baru jang berdjangka pandjang: menebak urutan kedudukan "5 Besar" sampai tahun Kompetisi 1968/1970 berachir. Namun gagasan itu tak pernah dilaksanakan.
Sebab bukan tjuma menunggunja makan waktu, terlebih lagi gambaran tentang Kompetisi ini bukan sadja tergantung dari mutu permainan Kesebelasan-Kesebelasan jang turun bertanding, terlebih lagi banjak ditentukan oleh keadaan. Sudah barang tentu keadaan jang dimaksud bukan tjuma: soal tjuatja buruk, dan lain sebagainja, melainkan banjak ditentukan oleh "Penguasa Tunggal": sang Wasit. Inipun sesungguhnja tidak seratus persen betul. Karena disamping wasit masih ada instansi jang lebih tinggi, tempat perkumpulan-perkumpulan mengadjukan appeal terhadap keputusan wasit jang dianggap berat sebelah. Namanja: Panitia Hukum. Panitia Hukum ini bukan produk baru. Ia lahir bersama dengan berputarnja roda Kompetisi Persidja. Djadi kesudahan pertandingan tidak djarang diatur di medja perundingan daripada ditentukan di lapangan hidjau. Dan lahir pula efek sampingannja, jaitu main protes terhadap keputusan wasit. Main protes mendjadi sematjam tradisi dan merupakan tjiri khas Kompetisi Persidja 1968/1970. (Lihat Neratja Pertandingan Kompetisi Persidja Divisi I 1968/1970). Sepoi-sepoi. Namun pada permulaan tahun 1971 ini Kompetisi jang memasuki babak terachir tidak sesuram seperti jang dengan sinis digambarkan oleh sementara penonton. Diantara 16 Kesebelasan, dengan 9 Kesebelasan jang masih terkatung-katung menunggu putusan Pengadilan Persidja Kesebelasan Djakarta Putera dapat dipastikan menduduki Kedjuaraan. Ini berarti Kesebelasan anak-anak Betawi mengulangi Kedjuaraan untuk ketigakalinja ditjapai oleh Kesebelasan manapun dalam sedjarah Kompetisi Persidja (lihat box).
Lain halnja dengan sang "Djuru Kuntji", Kesebelasan Sinar Remadja jang dalam 30 pertandingan hanja mentjatat 1 kali kemenangan. Ternjata kemenangan jang tjuma satu-satunja itu tak bisa dibawa pulang karena mereka masih mengutang 4 angka pada Pengadilan Persidja akibat 3 kali absen dalam pertandingan Kompetisi tanpa alasan jang kuat. Stadion Persidja selama dua tahun belakangan ini mengalami banjak perobahan. Pagar tembok diutara dan barat didirikan kios-kios mungil. Dikedua sisi stadion utama diperluas dengan tribune sehingga dapat menampung 5.000 penonton.
Bulan Pebruari jang baru lalu landasan lapangan mengalami perbaikan. Bau kamar ketjil jang sering-sering mengganggu indra pentjiuman penonton di tribune utama dikala angin sore bertiup sepoi-sepoi, kini banjak berkurang. Sementara Ruang Arsip Sekretariat Persidja dengan gambar tengkorak dipintunja masih tetap mirip Kamar Hantu Dan tengkorak dipintu jang selalu tertutup rapat itu seolah-olah mengutjapkan "selamat datang" kepada semua penonton jang liwat pintu masuk didepannja. Adakah perubahan lahiriah ini mentjerminkan keadaan Persidja jang sesungguhnja? Djawabnja berbeda-beda, meskipun semuanja seia sekata: inilah keadaan Persidja jang tak terbantah. Seorang awam seperti Indra Gunawan dari Kompas jang hampir selalu mengikuti pertandingan-pertandingan Kompetisi melihat suasana tjerah pada bagian terachir Kompetisi Persidja. Keluarnja Persidja Putera sebagai pemenang dianggapnja pantas. Beberapa Kesebelasan seperti Angkasa, Setia dan Indonesia Muda memperlihatkan kemadjuan-kemadjuan jang mejakinkan. Sementara Kesebelasan UMS, anak didik Drg Endang Witarsa, tjuma bisa memperlihatkan pola permainan jang menarik tapi tidak efektif. Pandangan seperti ini mendapat dukungan pula oleh petjandu Persidja lainnja. Tetapi ia tidak menjangkal adanja kemerosotan dalam perwasitan. Dan seperti pendapatnja pula, banjak orang merasa tjemas dengan djaminan keamanan bagi pemain-pemain jang bertanding.
Terhadap faktor keamanan ini semua sepakat sebagai tekanan psichis jang menghambat berkembangnja pemain jang wadjar. Sogok. Perwasitan memang keterlaluan. Wasit Wensveen jang beberapa tahun jang lalu diputihkan dari daftar hitam, dalam pertandingan Djakarta Putera lawan Tunas Djaja pernah diedjek oleh seorang penonton jang menjodorkan uang dihadapannja. Wasit-wasit Persidja benar-benar seperti dimedja-hidjaukan dikala mereka memimpin pertandingan di Persidja .... Pelanggaran-pelanggaran jang lolos dari sempritnja kontan disambut "pakai katja mata lu!" Putusan-putusan jang dianggap tidak fair diedjek sebagai "wasit makan sogok". Memang djarak penonton dengan arena pertandingan hanja terpisah beberapa meter.
Tetapi apakah ini mendjamin bahwa penonton lebih menguasai peraturan permainan? Inilah soalnja, sehingga para wasit Persidja tidak mau menerima kritik-kritik begitu sadja (lihat box). Inspektur Djenderal Polisi Drs. Sukahar dalam badju Pengurus Persidja nampak lebih sipil dari orang sipil jang pernah memimpin Persidja. Seperti jang dikatakan oleh pembantunja jang terdekat, Edeng Sulaiman, bahwa beliau tidak tutup mata terhadap peristiwa sematjam ini. "Bukan Pak Kahar tidak mau mengambil tindakan jang drastis, tetapi jang diinginkannja adalah kesadaran dari semua pihak", tambahnja. Ada pula segi jang menggembirakan disaat-saat Kompetisi Persidja berachir. Minat penonton jang membeli kartjis relatif bertambah (lihat box Perbandingan Pendapatan dan Pengeluaran dari Bulan Djuli 1970 s/d 14 Pebruari 1971). Ada gagasan untuk menurunkan kartjis berdiri dibagian belakang gawang, dari Rp. 25 mendjadi Rp. 10. Untuk merangsang penduduk ketjil Ibukota menilkmati pertandingan Kompetisi. Ini tentu membawa resiko.
Penonton Djakarta jang terkenal kedjam akan mendjadi-djadi. Melampiaskan emosinja dengan Rp. 10. Ini berarti pula udjian mental jang tidak ringan bagi pendjaga gawang. Menghadapi Masa Kompetisi tahun 1971/1972 banjak jang menaruh harapan pada Kesebelasan Djaja Karta, suatu perkumpulan sepak bola jang mengarah pada profesionalisme.
Tetapi lahirnja klub baru ini bukan tidak mendapat tantangan. Beberapa perkumpulan menjoroti dengan tadjam. Takut-takut kalau pemainnja dibeli. Ini merangsang mereka memberi djaminan jang lebih baik bagi pemain-pemainnja. Dan efeknja dirasakan pula dalam Kompetisi achir-achir ini. Pemain-pemain ingin memperlihatkan prestasi jang ada "harga"nja.
Sumber: TempoInteraktif
You are Here: Home > Artikel Tempo 20 Maret 1971 : Wasit Dan Kompetisi Kamar Hantu
0 comments:
Post a Comment